Tropmed UGM – S2 Ilmu Kedokteran Tropis, FK-UGM pada hari jum’at sore (06 November 2015) melakukan pertemuan dengan beberapa perwakilan mahasiswa yang sudah lulus. Pertemuan ini bertujuan untuk menggagas adanya Kumpulan Alumni Mahasiswa Ilmu Kedokteran Tropis FK-UGM. Ini adalah pertemuan kedua kalinya di tahun 2015. Pertemuan pertama diadakan pada akhir bulan oktober 2015.

Pada pertemuan kedua kali ini, tidak banyak yang dapat hadir. Namun, ada perwakilan dari beberapa mahasiswa yang berbeda angkatan; seperti angkatan 2013, 2011, 2010, dan angkatan lainnya. Bahasan pada pertemuan kedua kali ini adalah meneruskan poin-poin yang sudah diutarakan pada bahasan pertama, antara lain membahas tentang AD/ART. Logo, Visi Misi, Stuktur Organisasi, serta Tujuan dibentuknya Ikatan Alumni Mahasiswa Kedokteran Tropis.

Sedikit informasi yang didapatkan pada pertemuan kedua adalah setiap alumni berkomitmen untuk terus menjalin hubungan baik dengan pihak Prodi, meningkatkan publikasi antar alumni di lembaga penelitian, mempererat komunikasi sesama alumni diberbagai tempat, serta membantu/mempromosikan prodi di lembaga tempat para alumni bekerja. Masih ada banyak lagi tujuan dibentuknya Ikatan Alumni Mahasiswa Kedokteran Tropis lainnya.

Tropmed UGM – Hari jum’at pagi pukul 08.00 wib – selesai, S2 Ilmu Kedokteran Tropis melaksanakan Kuliah Umum yang bertema Penyakit Infeksi Menular Langsung HIV dan IMS. Pada kuliah umum ini, didatangkan dua narasumber yang berkerja sebagai pendamping pasien terinfensi HIV. Beliau adalah Hendri Suparman & Diah Arviyanti, dan kuliah ini dimoderatori oleh Dr. Satiti Retno Pudjiati SpKK. Pada kuliah umum ini, kedua narasumber menceritakan pengalaman  mereka dalam menangani pasien HIV pada mahasiswa.
Pendekatan-pendekatan yang dilakukan agar pasien mau berobat, sampai meyakinkan pasien untuk dapat teratur minum obat. Peningkatan CD4 sebagai penanda perjalanan penyakit infeksi HIV/AIDS masih digunakan dan dengan pengobatan ARV, memang terbukti CD4 dapat meningkat dan perbaikan secara klinis. Meskipun pada saat penggunaan herbal dijumpai peningkatan CD4, namun hanya pengobatan ARV yang telah terbukti dan disetujui oleh WHO.
Dukungan pada penderita infeksi HIV/AIDS sangat penting karena seringkali penderita mendapatkan stigma buruk dari masyarakat, penyakitnya sendiri disertai dengan infeksi oportunistik, bahkan depresi karena penyakit, serta berbagai permasalahan sejak makan obat. Makan obat ARV sendiri memiliki berbagai efek samping sehingga dukungan tetap diperlukan.
Dukungan dari keluarga diharapkan yang utama, namun di samping itu juga ada dukungan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pendampingan dari sesama. Saat ini dari kebijakan pemerintah, semua ibu hamil harus diperiksa HIV agar mencegah anak yang lahir dengan HIV terlambat terdiagnosis. Hal ini digalakkan karena hanya 30% anak yang terinfeksi HIV dari penularan selama di kandungan. Apabila diketahui dari awal, maka tindakan pencegahan penularan HIV selama di dalam kandungan dapat dilakukan.
Pada pemeriksaan VCT, tetap ada konseling post test karena harus dipastikan adanya dukungan terhadap penderita bila hasilnya positif. Umumnya reaksi pertama penderita dengan hasil positif adalah penolakan, penyangkalan, sampai depresi bahkan ada yang sampai bunuh diri. Namun dengan dukungan, hal itu dapat diatasi.
Reaksi lain yang dijumpai bila penderita telah dijelaskan namun tetap tenang, kemungkinan tidak paham dengan infeksi ini, maka ditekankan untuk pengobatan teratur dan seumur hidup, tidak boleh putus obat. Tips dari penderita adalah tidak menganggap ARV sebagai obat, namun seperti suplemen atau vitamin sehingga tidak menjadi beban saat mengkonsumsinya.
Penatalaksanaan infeksi HIV/AIDS tidak saja membutuhkan dukungan dari keluarga atau rekan sebaya, namun juga dari pemerintah. Seperti berbagai kebijakan yang sebaiknya ada mengenai pemeriksaan kesehatan bagi TKI yang kembali ke Indonesia, atau kebijakan mengenai lokalisasi, kewajiban menggunakan kondom untuk pelanggan PSK.
Di Indonesia hal ini masih terbentur dengan banyak hal sehingga salah satu cara menyiasatinya adalah dengan mengajarkan PSK memasangkan kondom dengan mulut. Perlu dukungan bukan saja dari pihak medis, namun dari kalangan psikolog untuk konseling HIV/AIDS karena sebenarnya banyak kalangan LSL, waria, atau yang lainnya yang sebenarnya ingin berubah namun tidak dapat melakukannya sendiri. Diharapkan dengan dampingan dari psikolog dapat membantu perubahan ini, bahkan saat terdiagnosis dan setelah menjalani pengobatan.
Infeksi HIV/AIDS memang masih menjadi stigma di Indonesia sehingga penatalaksanaannya membutuhkan dukungan dari semua pihak. Penderita infeksi HIV/AIDS sama dengan orang lain yang berhak menjalani kehidupan tanpa stigma buruk karena tidak selamanya seseorang terinfeksi karena perilakunya sendiri, ada yang perilakunya baik namun tetap terinfeksi seperti ibu rumah tangga.